MANAJEMEN ATAU SURVIVAL ?
Akhir-akhir ini kegiatan alam bebas semakin marak dan digemari di berbagai kalangan bahkan sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup setiap orang. Kegiatan-kegiatan itu diantaranya berkemah, pendakian gunung, panjat tebing, penelusuran goa, penelusuran pantai, pengarungan sungai, penyelaman lautan dan masih banyak lagi bahkan aktivitas penelitianpun sering dilakukan di alam bebas. Untuk memenuhi hal tersebut, orang yang ingin melakukan kegiatan di alam bebas perlu dan harus selalu sadar akan segala resiko yang mungkin menghampirinya. Jadi dalam berkegiatan di alam bebas seorang penggiat tidak boleh gegabah/ceroboh karena alam tidak akan memberikan toleransi kepada kita. Dan perlu ditekankan bahwa sebagian besar bahaya dapat dihindarkan dan diperkecil, namun jangan beranggapan bahwa semua permasalahan bahaya dapat di prediksi terlebih dahulu. Artinya bahaya tersebut bukanlah semata-mata factor alam melaikan factor penggiatnya juga atau sering disebut subjective denger. Ingat segala sesuatu yang akan terjadi tidak dapat diprediksi namun sebagian besar bahaya dapat diminimalisir yaitu dengan melakukan manajemen/persiapan yang matang dan mempertimbangkan segala aspek yang harus dipersiapkan sebelum melakukan aktivitas di alam bebas. Selain melakukan manajemen yang tak kalah penting adalah mengetahui keterbatasan dirinya sendiri, dan diharapkan juga mengerti keterbatasaan teman dalam kelompoknya. Selain itu sebagai penggiat juga harus membekali dirinya sebuah pengetahuan tetang kegiatan alam bebas yang sedang dilakukannya.
Hal Yang Perlu Kita Pelajari Namun Harus Kita Hindari
Pengetahuan dan pemahaman akan resiko merupakan factor terpenting bagi seorang penggiat alam bebas. Kegiatan di alam bebas pasti akan membawa kita masuk di berbagai kondisi alam yang merupakan bahaya bagi orang tertentu, tetapi sebaliknya bila kita pahami bisa menjadi hal yang menyenangkan bahkan memberi kenikmatan berpetualang yang mengasyikkan bagi penggiat. Kongritnya, bagi pencinta alam atau seorang penggiat alam bebas yang menguasai teknik-teknik dasar hidup di alam bebas, mendaki gunung, menjelajah hutan rimba, bermain arus deras, memanjat tebing yang terjal, menyusuri kedalaman goa yang gelap, merupakan hal yang menyenangkan. Tidak demikian bagi orang-orang awam, mungkin kegiatan-kegiatan tersebut dapat mencelakakan mereka. Bahkan ada yang beranggapan nyawa kita sebagai taruhan untuk melakukan kegiatan di atas.
Siapapun kita dan bagaimanapun siapnya kita menghadapi segala resiko, tidak menutup kemungkinan suatu waktu mungkin kita terpaksa harus menghadapi situasi kritis yang tidak diinginkan. Situasi tersebut merupakan hal yang tidak terduga. Misalnya dalam perjalanan mendaki gunung kita tersesat beberapa hari sementara bekal makanan semakin menipis. Atau dalam suatu pelayaran, kapal kita tenggelam dan kita terapung-apung di tengah-tengah lautan. Kondisi-kondisi kritis seperti itu dapat kita golongkan sebagai kondisi survival.
Kondisi Survival seperti yang telah disebutkan di atas merupakan hal yang perlu kita pelajari namun harus kita hindari. Survival sendiri berasal dari kata Survive, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan hidup. Apa yang akan terjadi jika kita menghadapi kondisi Survival?. Dalam situasi Survival aspek psikologis dan fisiologis akan muncul dari diri kita. Aspek spikologis tersebut diantaranya panic, takut, cemas, bingung, tertekan, dan sebagainya. Dan aspek fisiologis berupa rasa sakit, lapar, haus, luka, dan lainnya. Selain aspek psikoligis dan fisiologis juga akan muncul aspek lingkungan yang merupakan efek dari interaksi kita dengan lingkungan sekitar kita misalnya, panas, dingin, hujan, flora, fauna, dan lain-lain.
Dalam kondisi kritis/survival kesiapan fisik dan kekuatan mental merupakan kunci keberhasilan survivor (penggiat yang bertahan hidup). Selain itu survivor juga akan dihadapkan pada dua pilihan “Hidup atau Mati”. Musuh utama Survivor adalah rasa panic, jika seseorang tersesat di gunung tanpa pengetahuan cukup mengenai teknik hidup di alam bebas, besar kemungkinan ia akan bergerak membabi buta karena perasaan panic, sehingga terjebak dalam situasi lebih kritis yang dapat membuat survivor cidera bahkan sampai mati.
Kondisi Survival lebih memerlukan kekuatan mental, hidup dan matinya survivor tergantung pada dirinya sendiri, bukan dalam arti mengesampingkan Tuhan, karena kemauan besar untuk tetap hidup akan mendorong survivor bertindak lebih tenang dan lebih perhitungan segala aspek agar segera keluar dari kondisi kritis yang sedang dihadapi.
Jadi untuk menghindari subjective denger dan kondisi Survival seorang penggiat alam bebas haruslah mempelajari segala setuatu yang diperlukan dalam berkegiatan di alam bebas. Manajemen merpakan salah satu hal penting yang perlu diperhatikan juga. Kesulitan dan kerumitan yang seakan menjadi beban dalam persiapan suatu kegiatan, tentu tidak akan menyurutkan semangat para petualang alam bebas. Tetaplah semangat, bahwa apapun tujuannya perjalanan yang kita lakukan, “Seorang Petualang Harus Kembali Pulang Dengan Selamat”.
Bagi anda yang gemar kegiatan alam bebas namun bingung mencari teman atau tempat untuk melakukan latihan atau belajar tentang teknik dasar hidup di alam bebas, anda bisa bergabung dengan organisasi pencinta alam atau organisasi penggiat alam bebas. Dan sekarang juga banyak pelatihan-pelatihan tentang alam bebas yang diselenggarakan oleh yayasan ataupun instansi-intansi yang sering berkegiatan di alam bebas.
“SELAMAT BERGURU DENGAN ALAM DAN JANGAN BERHENTI BERLATIH”
*dirangkum oleh : Ajik YABI SAR 157 API LEMBAH
*Literature: Paper DIKLAT YABI (Yayasan Alam Bebas Indonesia) 2011